Vrydag 10 Mei 2013

Infeksi saluran Pernafasan Akut (ISPA)


INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT
(ISPA)
I.                   PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Dalam GBHN, dinyatakan bahwa pola dasar pembangunan Nasional pada hakekatnya adalah Pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia. Jadi jelas bahwa hubungan antara usaha peningkatan kesehatan masyarakat dengan pembangunan, karena tanpa modal kesehatan niscaya akan gagal pula pembangunan kita.
Usaha peningkatan kesehatan masyarakat pada kenyataannya tidaklah mudah seperti membalikkan telapak tangan saja, karena masalah ini sangatlah kompleks, dimana penyakit yang terbanyak diderita oleh masyarakat terutama pada yang paling rawan yaitu ibu dan anak, ibu hamil dan ibu menyusui serta anak bawah lima tahun.
Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan infeksi akut saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak diderita oleh anak- anak, baik dinegara berkembang maupun dinegara maju dan sudah mampu. dan banyak dari mereka perlu masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran pernapasan pada masa bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada,masa dewasa. dimana ditemukan adanya hubungan dengan terjadinya Chronic Obstructive Pulmonary Disease.
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. 40 % -60 % dari kunjungan diPuskesmas adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20 % -30 %. Kematian yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan.
Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat masih sangat tinggi. Kematian seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat dalam keadaan berat dan sering disertai penyulit-penyulit dan kurang gizi (3). Data morbiditas penyakit pneumonia di Indonesia per tahun berkisar antara 10 -20 % dari populasi balita. Hal ini didukung oleh data penelitian dilapangan (Kecamatan Kediri, NTB adalah 17,8 % ; Kabupaten Indramayu adalah 9,8 %). Bila kita mengambil angka morbiditas 10 % pertahun, ini berarti setiap tahun jumlah penderita pneumonia di Indonesia berkisar 2,3 juta .Penderita yang dilaporkan baik dari rumah sakit maupun dari Puskesmas pada tahun 1991 hanya berjumlah 98.271. Diperkirakan bahwa separuh dari penderita pneumonia didapat pada kelompok umur 0-6 bulan. Program pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai sejak tahun 1984, dengan tujuan berupaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian khususnya pada bayi dan anak balita yang disebabkan oleh ISPA , namun kelihatannya angka kesakitan dan kematian tersebut masih tetap tinggi seperti yang telah dilaporkan berdasarkan penelitian yang telah disebutkan di atas.
II.                DEFINISI
Menurut Depkes RI 2007 ispa adalah infeksi saluran pernapasan akut, istilah ini meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernapasan dan akut. Dengan pengertian sebagai berikut:
·         infeksi adalah masuknya kuman atau mikro organisme kedalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
·         Saluran pernapasan adalah organ dari hidung hingga alvioli serta organ adneksanya seperti sinus-sinus rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara anatomis mencakup saluran pernapasan atas
·         infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung selama 14 hari diambil untuk menunjukan peroses akut. Meskipun beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini berlangsung lebih dari 14 hari (Depkes, RI 2007).
ISPA adalah infeksi saluran pernapasan akut yang berlangsung sampai 14 hari yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ dari hidung sampai gelembung paru. Beserta organ-organ disekitarnya: sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru ispa hanya bersifat ringan seperti batuk dan pilek (Rasmaliah, 2007).
III.             PATOGENESA
Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar sehingga untuk mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien. Ketahanan saluran pernafasan tehadap infeksi maupun partikel dan gas yang ada di udara amat tergantung pada tiga unsur alami yang selalu terdapat pada orang sehat yaitu keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia, makrofag alveoli, dan antibodi.
Infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel mukosanya telah rusak akibat infeksi yang terdahulu. Selain hal itu, hal-hal yang dapat mengganggu keutuhan lapisan mukosa dan gerak silia adalah asap rokok dan gas SO2 (polutan utama dalam pencemaran udara), sindroma imotil, pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi (25 % atau lebih).
Makrofag banyak terdapat di alveoli dan akan dimobilisasi ke tempat lain bila terjadi infeksi. Asap rokok dapat menurunkan kemampuan makrofag membunuh bakteri, sedangkan alkohol akan menurunkan mobilitas sel-sel ini.
Antibodi setempat yang ada di saluran nafas ialah Ig A. Antibodi ini banyak ditemukan di mukosa. Kekurangan antibodi ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran nafas, seperti yang terjadi pada anak. Penderita yang rentan (imunokompkromis) mudah terkena infeksi ini seperti pada pasien keganasan yang mendapat terapi sitostatika atau radiasi. Penyebaran infeksi pada ISPA dapat melalui jalan hematogen, limfogen, perkontinuitatum dan udara nafas.
Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas derajat beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak berat. Penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia.
IV.             ETIOLOGI

Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab (virus, bakteri, parasit, jamur). ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh karena virus, sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh semuanya. ISPA bagian bawah yang disebabkan bakteri umumnya mempunyai manifestasi klinik berat sehingga menimbulkan banyak problem dalam penanganannya.
Etiologi ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur. Bakteri penyebabnya antara lain dari genus streptokokus, stafilokokus, pnemokokus, hemofilus, bordetella, dan korinebacterium. Virus penyebabnya antara lain golongan mikovirus, adenovirus, koronavirus, pikornavirus, mikoplasma, herpesvirus.
Bakteri dan virus yang paling sering menjadi penyebab ISPA diantaranya bakteri stafilokokus dan streptokokus serta virus influenza yang di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung.
Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang anak-anak usia dibawah 2 tahun yang kekebalan tubuhnya lemah atau belum sempurna. Peralihan musim kemarau ke musim hujan juga menimbulkan risiko serangan ISPA.
Beberapa faktor lain yang diperkirakan berkontribusi terhadap kejadian ISPA pada anak adalah rendahnya asupan antioksidan, status gizi kurang, dan buruknya sanitasi lingkungan.

V.                GEJALA

Gejala secara umum yang sering didapat adalah rinitis, nyeri tenggorokan, batuk dengan dahak kuning/ putih kental, nyeri retrosternal dan konjungtivitis. Suhu badan meningkat antara 4-7 hari disertai malaise, mialgia, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah dan insomnia. Bila peningkatan suhu berlangsung lama biasanya menunjukkan adanya penyulit.

VI.             GAMBARAN FISIK DAN KLINIS

Tanda-tanda klinis penderita ISPA
Ø  Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
Ø  Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan cardiac arrest.
Ø  Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil bendung, kejang dan coma.
Ø  Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.

VII.          GAMBARAN LABORATORIUM

ISPA oleh karena virus pemeriksaan laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah perkembangbiakan virus, serologis, diagnostik virus secara langsung.Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan pemeriksaan sputum, perkembangbiakan darah, perkembangbiakan cairan pleura.
Tanda-tanda laboratoris
1.       hypoxemia,
2.       Hypercapni
3.       Acydosis (metabolik dan atau respiratorik)

VIII.       DIAGNOSA
ISPA sebetulnya merupakan istilah untuk banyak penyakit infeksi di saluran pernapasan. Berikut ini adalah penyakit yang termasuk dalam ISPA : Common cold, Flu, Influenza, Rhinosinusitis atau Sinusitis, Tonsilitis, Faringitis, atau Tonsilofaringitis (Radang Tenggorokan), Strep Throat, Abses peritonsilar, Otitis Media Akut (Infeksi telinga tengah), Epiglotitis, Laringitis, Trakeitis, Bronkitis, Bronkiolitis, Pneumonia, dan Pleuritis. Jadi apabila dokter mendiagnosis seorang anak terserang penyakit ISPA, maka anak tersebut mungkin sakit common cold atau radang tenggorokan atau yang lainnya. Tanyakanlah kepada dokter mengenai diagnosis yang lebih spesifik.
·         Flu disebabkan oleh virus dan biasanya memiliki masa infeksi 5 hari hingga 2 minggu, tergantung pada daya tahan tubuh, dan tidak ada orang lain yang terinfeksi di sekitarnya. Pilek atau ingus yang keluar saat flu, merupakan mekanisme tubuh untuk membuang virus yang tengah berkembang biak dalam rongga hidung dan sekitarnya.
·         Flu dapat menular melalui batuk dan bersin, kontak langsung, dan pemakaian suatu barang secara bersama-sama. Gejala-gejala flu antara lain melingkupi, hidung meler dan terkadang tersumbat, mata merah berair, batuk, bersin, suara agak serak, nyeri dan sakit pada tulang, sendi dan otot, demam, serta diawali dengan ingus encer yang bening dan kemudian menjadi kental kehijauan lalu diakhiri dengan ingus yang kembali bening dan encer.
·         Pilek atau ingus yang keluar saat flu, merupakan mekanisme tubuh untuk membuang virus yang tengah berkembang biak dalam rongga hidung dan sekitarnya.



IX.             PROGNOSA
Riwayat alamiah suatu penyakit pada umumnya melalui tahap-tahap sebagai berikut:
1.  Tahap prepatogenesis
Pada tahap ini individu berada dalam keadaan normal atau sehat tetapi mereka pada dasarnya peka terhadap kemungkinan terganggu oleh serangan agen penyakit (stage of suseptibility). Walaupun demikian pada tahap ini telah terjadi interaksi antara pejamu dengan bibit penyakit. Tetapi interaksi ini masih diluar tubuh, dalam arti bibit penyakit masih ada diluar tubuh pejamu di mana para kuman mengembangkan potensi infektifitas, siap menyerang penjamu. Pada tahap ini belum ada tanda-tanda sakit sampai sejauh daya tahan tubuh penjamu masih kuat. Jika keadaan penjamu tidak stabil atau bibit penyakit menjadi ganas atau lingkungan memberi kondisi yang kurang menguntungkan penjamu maka keadaan memasuki fase berikutnya, tahap Patogenesis.

2.  Tahap Patogenesis
Tahap ini meliputi 4 sub tahap, yaitu:
·         Tahap inkubasi
Merupakan tenggang waktu antara masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh yang peka terhadap penyebab penyakit sampai timbulnya gejala penyakit.
·         Tahap penyakit dini
Tahap ini mulai dengan munculnya gejala penyakit yang kelihatannya ringan. Tahap ini sering menjadi masalah kesehatan karena sudah ada gangguan patologis.
·         Tahap penyakit lanjut,
Merupakan tahap dimana penyakit memerlukan pengobatan yang tepat untuk menghindari akibat lanjut yang kurang baik.
·         Tahap penyakit akhir
Merupakan berakhirnya perjalanan penyakit dapat berada dalam lima pilihan keadaan, yaitu sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, karier, penyakit tetap berlangsung secara kronik dan diakhiri dengan kematian.
X.                PENATALAKSANAAN

1.      Pemeriksaan
Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit tersebut dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada yang bersangkutan orang tua misalkan penderita ISPA pada anak-anak atau balita.
2.      Klasifikasi ISPA dalam pencegahan
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:
a.       Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest indrawing).
b.      Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
c.       Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA. Klasifikasi ini dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun. Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :
a.       Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding pada bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit atau lebih.
b.      Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau napas cepat.
Untuk golongan umur 2 buan sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu:
a.       Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang tldak menangis atau meronta).
b.      Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 - 12 bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit atau lebih.
c.       Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat.

3.      Pengobatan
a.       Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigendan sebagainya.
b.      Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.
c.       Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari. Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya. Petunjuk dosis dapat dilihat pada lampiran.
4.      Perawatan dirumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan untuk mengatasi penderita ISPA di rumah yaitu:
a.       Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
b.       Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.
c.       Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi misalkan yang menyusui tetap diteruskan.
d.      Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.
e.        Lain-lain
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan. Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Dan untuk penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa kembali kepetugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang.
5.       Pencegahan dan Pemberantasan
a.       Pencegahan dapat dilakukan dengan :
·         Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
·         Immunisasi.
·         Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.
·          Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
b.      Pemberantasan yang dilakukan adalah :
·         Penyuluhan kesehatan yang terutama di tuj ukan pada para ibu.
·          Pengelolaan kasus yang disempurnakan.
·         . Immunisasi
6. Pelaksana pemberantasan
Tugas pemberatasan penyakit ISPA merupakan tanggung jawab bersama. Kepala Puskesmas bertanggung jawab bagi keberhasilan pemberantasan di wilayah kerjanya. Sebagian besar kematiaan akibat penyakit pneumonia terjadi sebelum penderita mendapat pengobatan petugas Puskesmas. Karena itu peran serta aktif masyarakat melalui aktifitas kader akan sangat'membantu menemukan kasus-kasus pneumonia yang perlu mendapat pengobatan antibiotik (kotrimoksasol) dan kasus-kasus pneumonia berat yang perlu segera dirujuk ke rumah sakit.
Dokter puskesmas mempunyai tugas sebagai berikut :
a.       Membuat rencana aktifitas pemberantasan ISPA sesuai dengan dana atau sarana dan tenaga yang tersedia.
b.      Melakukan supervisi dan memberikan bimbingan penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA kepada perawat atau paramedis.
c.       Melakukan pemeriksaan pengobatan kasus- kasus pneumonia berat/penyakit dengan tanda-tanda bahaya yang dirujuk oleh perawat/paramedis dan merujuknya ke rumah sakit bila dianggap perlu.
d.      Memberikan pengobatan kasus pneumonia berat yang tidak bisa dirujuk ke rumah sakit.
e.       Bersama dengan staff puskesmas memberi kan penyuluhan kepada ibu-ibu yang mempunyai anak balita. perihal pengenalan tanda-tanda penyakit pneumonia serta tindakan penunjang di rumah,
f.       Melatih semua petugas kesehatan di wilayah puskesmas yang di beri wewenang mengobati penderita penyakit ISPA,
g.      Melatih kader untuk bisa, mengenal kasus pneumonia serta dapat memberikan penyuluhan terhadap ibu-ibu tentang penyaki ISPA,
h.      Memantau aktifitas pemberantasan dan melakukan evaluasi keberhasilan pemberantasan penyakit ISPA. menditeksi hambatan yang ada serta menanggulanginya termasuk aktifitas pencatatan dan pelaporan serta pencapaian target.
Paramedis Puskesmas Puskesmas pembantu:
a.       Melakukan penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA sesuai petunjuk yang ada.
b.      Melakukan konsultasi kepada dokter Puskesmas untuk kasus-kasus ISPA tertentu seperti pneumoni berat, penderita dengan weezhing dan stridor.
c.        Bersama dokter atau dibawah, petunjuk dokter melatih kader.
d.      Memberi penyuluhan terutama kepada ibu-ibu.
e.       Melakukan tugas-tugas lain yang diberikan oleh pimpinan Puskesmas sehubungan dengan pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA.
Kader kesehatan:
a.       Dilatih untuk bisa membedakan kasus pneumonia (pneumonia berat dan pneumonia tidak berat) dari kasus-kasus bukan pneumonia.
b.      Memberikan penjelasan dan komunikasi perihal penyakit batuk pilek biasa (bukan pneumonia) serta penyakit pneumonia kepada ibu-ibu serta perihal tindakan yang perlu dilakukan oleh ibu yang anaknya menderita penyakit
c.       Memberikan pengobatan sederhana untuk kasus-kasus batuk pilek (bukan pneumonia) dengan tablet parasetamol dan obat batuk tradisional obat batuk putih.
d.      Merujuk kasus pneumonia berat ke Puskesmas/Rumah Sakit terdekat.
e.       Atas pertimbangan dokter Puskesmas maka bagi kader-kader di daerah-daerah yang terpencil (atau bila cakupan layanan Puskesmas tidak menjangkau daerah tersebut) dapat diberi wewenang mengobati kasus-kasus pneumonia (tidak berat) dengan antibiotik kontrimoksasol.
f.       Mencatat kasus yang ditolong dan dirujuk.

XI.             GANGGUAN METABOLISME GIZI
Kebutuhan zat gizi setiap orang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan berbagai faktor antara lain umur, jenis kelamin dan macam pekerjaan. Masukan zat gizi yang berasal dari makanan yang dimakan setiap hari harus dapat memenuhi kebutuhan tubuh karena konsumsi makanan sangat berpengaruh terhadap status gizi seseorang.
Status gizi yang baik terjadi bila tubuh memperoleh asupan zat gizi yang cukup sehingga dapat digunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan fisik, perkembangan otak dan kecerdasan, produktivitas kerja serta daya tahan tubuh terhadap infeksi secara optimal (Sjahmien Moehji, 2000:18).
Daya tahan tubuh anak yang kurang gizi akan menurun, sehingga mudah terkena penyakit infeksi, sebali-knya anak yang menderita penyakit in-feksi akan mengalami gangguan nafsu makan dan penyerapan zat-zat gizi se-hingga menyebabkan kurang gizi .
Penurunan status gizi yang terjadi berkaitan dengan penurunan asupan makanan akibat gangguan kesulitan makan. Anoreksia sering terjadi selama infeksi pernafasan akut, khususnya jika terdapat demam. Anak dengan pneumo-nia berat dapat mengalami kesulitan makan karena adanya pernafasan cepat atau sulit bernafas . Umumnya penderita dengan kegagalan pernafasan akut mengalami hiperkatabolik dan simpanan proteinnya akan dipecah guna memenuhi kebutuhan metabolik. Jaringan yang tergantung pada glukosa seperti otak, sel darah merah dan otot akan memenuhi kebutuhan tersebut melalui glukoneogenesis dari asam-asam amino hasil metabolisme protein.
Konsumsi energi yang tidak ade-kuat dari kecukupan gizi yang dianjurkan akan membawa dampak pada sistem imunitas tubuh. Kekurangan zat gizi esensial dalam tubuh memberikan pe-ngaruh langsung terhadap timbulnya mikroorganisme patogen. 
Kekurangan energi yang kronis pada anak-anak dapat menyebabkan anak-anak tersebut lemah, pertumbuhan jasmani terlambat dan perkembangan selanjutnya terganggu. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan mudahnya sera-ngan infeksi dan penyakit lainnya serta lambatnya regenerasi sel tubuh.
Hilangnya nafsu makan sering terjadi selama infeksi pernafasan akut. Pemberian makanan selama masa infeksi dan peningkatan pemberian makanan selama masa penyembuhan dapat mencegah kekurangan gizi dan mengganti penurunan berat badan yang terjadi.
Protein merupakan zat gizi yang sangat diperlukan bagi pembentukan en-zim yang berperan dalam metabolisme tubuh, termasuk sistem imun. Antibodi globulin gamma yang biasanya disebut immunoglobulin merupakan 20% dari seluruh protein plasma. Semua imu-noglobulin terdiri atas rantai polipeptida yang mengandung bermacam-macam asam amino-asam amino yang spesifik. Salah satu asam amino yang berperan dalam sistem imun adalah asam amino teronin yang memiliki kemampuan untuk mencegah masuknya virus dan bakteri terutama pada saluran pernafasan dan paru-paru. Yakni berupa sekresi lendir yang disebut glikoprotein dan dimer imu-noglobulin A. Penderita yang mengalami kekurangan asam amino treonin akan mengalami kemunduran sistem keke-balan.
Kekurangan protein yang terjadi dapat menurunkan sistem imun yang pada akhirnya akan menyebabkan tubuh lebih mudah terpapar penyakit infeksi. Selain itu, kekurangan protein umumnya diikuti dengan terjadinya defisiensi zat gizi mikro yang berperan sebagai kofaktor dalam reaksi metabolisme tubuh dan be-berapa vitamin serta meniral yang berperan sebagai antioksidan tidak dapat berperan secara maksimal, akibatnya flora normal tubuh yang ada dapat berkembang dan virulensinya meningkat, sehingga menyebabkan timbulnya gejala penyakit, termasuk infeksi saluran per-nafasan akut (ISPA) .
ISPA sering dihubungkan dengan gejala sistemik, seperti anoreksia, fatigue dan malaise. Ketika gejala ini disertai dengan batuk dan atau dispneuasupan oral sering menjadi lebih sedikit. Kombi-nasi penurunan asupan oral dan pening-katan kebutuhan metabolik mengarah pada keseimbangan negatif nitrogen dengan penurunan ketahanan otot per-nafasan karena katabolisme protein,  pertukaran udara yang kurang dan penu-runan fungsi kekebalan. Guna merespons peningkatan kebutuhan energi pada masa infeksi, maka cadangan protein otot rangka akan dimobilisasi. Akibatnya keseimbangan nitrogen menjadi negatif karena katabolisme protein.
XII.          KONTRAKSI OBAT DAN ZAT GIZI
Pada pneumonia perlu diberi obat antibiotik seperti kotrimoksasol, jika terjadi alergi / tidak cocok dapat diberikan Amoksilin, Penisilin, Ampisilin. Sedangkan pada pneumonia berat diperlukan rawat inap di rumah sakit. Jika seorang anak telah diketahui terserang, pengobatan ISPA sesegara mungkin perlu dilakukan. Selain itu juga perlu diperhatikan untuk mencegah penyakit semakin memberat seperti memberi makanan yang gurih, dll.
.
Daftar Pustaka
Sudoyo, Aru, dkk.2006.Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Adrian.2011. Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Tersedia online di :http://adriananers.blogspot.com/2011/12/laporan-pendahuluan-ispa.html
Tenri.2012. Infeksi Saluran Pernafasan. Tersedia online di :http://tenrikawai.blogspot.com/2012/07/ispainfeksi-saluran-pernapasan.html
Anonim. 2011. ISPA. Tersedia online di : http://kamus-kesehatan.blogspot.com/2011/12/ispa.html
Nurrijal. 2011. ISPA. Tersedia online di :http://nurrijal-ispabio.blogspot.com/
WHO. 2011. the global plan to stop TB 2011-2015, 2010. Tersedia online di www.stoptb.org


















Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking