Saterdag 11 Mei 2013

Penyakit CROHN


BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Istilah penyakit usus inflamasi (PUI) digunakan untuk menentukan dua gangguan gastrointestinal inflamasi usus : enteritis regional (penyakit Crohn atau kolitis garabulomatosus) dan kolitis ulseratif.
Insiden penyakit usus inflamasi usus kronis di Amerika Serikat diperkirakan 4% dan 10%, dengan 25.000 kasus baru terjadi setiap tahunnya. Penyakit ini tanpak lebih sering pada orang kaukasia dan paling sering pada populasi yahudi. Riwayat penyakit ini pada keluarga ditemukan pada 20% sampai 40% pasien.
Keyakinan sekarang adalah eteritis regional dan kolitis ulseratif adalah kesatuan yang terpisah dengan etiologi serupa. Keduanya dikarakteristikan dengan eksaserbasi dan remisi. Kedua penyakit telah dihubungkan dengan abnormalitas kromosom spesifik. Masing-masing penyakit dapat dicetuskan oleh agen lingkungan seperti pestisida, aditif makanan, tembakau, dan radiasi. Pengaruh imunologi telah ditemukan melalui penilitian yang menunjukan abnormalitas dalam imunitas seluler dan humoral pada orang dengan gangguan ini. Antibodi limfositotoksik telah ditemukan pada pasien dengan penyakit usus inflamasi, tetapi penelitian lebih pasti perlu untuk menghubungkan faktor imunologis dan lingkungan penelitian terbaru (Gitnick 1992) menunjukan mikrobakterium sebagai agens penyebab untuk penyakit ini.
Faktor psikologis juga telah diketahui. Banyak individu dengan kolitis ulseratif ditemukan sebagai seseorang yang tergantung atau perfeksionis pasif dan cemas pada ketenangan. Perilaku koping sering tidak tepat dan dapat mencakup menarik diri, menyangkal dan respirasi. Beberapa orang mengalami penurunan tingkat toleransi terhadap nyeri dan ketidaknyamanan yang dihubungkan dengan kram usus dan diare. Beberapa praktisi menduga bahwa sifat dan kepribadian adalah penyebab dari gejala penyakit, tetapi penelitian klinis lebih diperlukan untuk menegakan hubungan sebab akibat.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1.      Bagaimanakah gambaran umum penyakit crohn ?
2.      Bagaimanakah patogenesa, etiologi, akibat/dampak penyakit crohn ?
3.      Bagaimanakah gambaran klinik dan pemeriksaan laboratorium penyakit crohn ?
4.      Bagaimanakah penatalaksanaan obat & gizi/diet penyakit crohn ?
5.      Bagaimanakah kaitan prilaku di lingkungan dengan gangguan masalah penyakit tsb ?
6.      Bagaimanakah interaksi & obat yang diberikan ?

1.3  Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan diatas, maka tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain :
  1. Untuk mengetahui gambaran umum penyakit crohn
  2. Untuk mengetahui patogenesa, etiologi, akibat/dampak penyakit crohn
  3. Untuk mengetahui gambaran klinik & pemeriksaan laboratorium penyakit crohn
  4. Untuk mengetahui penatalaksanaan obat & gizi/diet penyakit crohn
  5. Untuk mengetahui kaitan prilaku di lingkungan dengan gangguan masalah penyakit tersebut
  6. Untuk mengetahui interaksi & obat yang diberikan.

1.4  Manfaat Penulisan
Adapun manfat yang diperoleh dari penulisan makalah ini, antara lain :
1.      Bagi penulis dapat menambah wawasan dan pengetahuan terutama terkait dengan gangguan saluran pencernaan (penyakit crohn)
2.      Bagi dosen dapat dijadikan sebagai salah satu syarat pemenuhan nilai mahasiswa.
3.      Bagi masyarakat, dapat dijadikan pedoman untuk lebih mengetahui gangguan saluran cerna terutama penyakit crohn.




























BAB II
PEMBAHASAN
“PENYAKIT CROHN”


     2.1 GAMBARAN UMUM PENYAKIT CROHN
Penyakit Crohn adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan peradangan pada bagian saluran pencernaan manapun dimulai dari mulut sampai dengan anus. Penyakit Crohn umumnya mengenai ileum, bagian bawah dari usus halus. Kondisi ini terjadi ketika sistem kekebalan tubuh bereaksi secara abnormal, menyerang bakteri, makanan, dan zat-zat lain secara tidak tepat, yang menyebabkan akumulasi dari sel darah putih pada lapisan usus. Hal ini mengakibatkan terjadinya peradangan kronis, yang menyebabkan ulserasi dan cedera pada usus. Ada 5 tipe yang berbeda dari penyakit Crohn, tergantung pada bagian saluran pencernaan yang terkena: kolitis Crohn (granulomatosa), penyakit Crohn Gastroduodenal, Ileokolitis, Ileitis dan Jejunoileitis, yang masing-masing memiliki gejala yang berbeda. Ileokolitis merupakan tipe penyakit Crohn yang paling umum. Kolitis Crohn (granulomatosa) mengenai kolon, Penyakit Crohn Gastroduodenal mengenai lambung dan duodenum (bagian awal dari usus halus), ileitis mengenai ileum, ileokolitis mengenai ileum dan kolon sedangkan jejunoileitis mengenai jejunum (bagian terpanjang dari usus halus) yang terletak di antara duodenum dan ileum.
     2.2 PATOGENESA PENYAKIT CROHN
Ileum terminal terserang sekitar 80% kasus enteritis regional. Pada sekitar 35% kasus lesi terjadi pada kolon. Esofagus dan lambung lebih jarang terserang. Dalam beberapa hal terjadi lesi “melompat” yaitu bagian usus yang sakit dipisahkan oleh daerah-daerah usus normal sepanjang beberapa inci atau kaki.
Lesi diduga berawal dari kelenjar limfa dekat usus halus yang akhirnya menyumbat aliran saluran limfa. Selubung submukosa usus, jelas menebal akibat hiperplasia jaringan limfoid dan limfedema. Dengan berlanjutnya proses patogenik, segmen usus yang terserang menebal sedemikian rupa sehingga kaku seperti selang kebun, lumen usus menyempit, sehingga hanya sedikit dilewati barium, menimbulkan “string sign” yang terlihat pada radiogram. Seluruh dinding usus terserang. Mukosa seringkali meradang dan bertukak disertai eksudat yang putih abu-abu.
     2.3 ETIOLOGI PENYAKIT CROHN
Etiologi (penyebab ) penyakit crohn  tidak diketahui . Penelitian memusatkan perhatian pada tiga kemungkinan  penyebabnya, yaitu :
1.      Kelainan fungsi sistem pertahanan tubuh
2.      Infeksi
3.      Makanan
Walaupun tidak ditemukan adanya autoantibodi, enteritis regional diduga merupakan reaksi hipersensitivitas atau mungkin disebabkan oleh agen infektif yang belum diketahui. Teori-teori ini dikemukakan karena adanya lesi-lesi granulomatosa yang mirip dengan lesi-lesi yang dtemukan pada jamur dan tuberkulosis paru. Terdapat beberapa persamaan yang menarik antara enteritis regional dan kolitis ulseratif. Keduanya adalah penyakit radang, walaupun lesinya berbeda. Kedua penyakit ini mempunyai manifestasi di luar saluran cerna yaitu uveitis, artritis dan lesi-lesi kulit yang identik.
     2.4 AKIBAT/DAMPAK PENYAKIT CROHN
Penyakit crohn yang menyerang sistem pencernaan dapat menyebabkan berbagai komplikasi, salah satunya tentu gangguan pada usus atau sistem pencernaan. Penyakit crohn dapat menyebabkan penebalan atau pembengkakan pada dinding usus, dan hal ini dapat menyebabkan penyumbatan pada usus. Akhirnya sistem pencernaan terganggu, usus tidak bisa menyerap nutrisi dari makanan, seperti protein, vitamin, kalori, maupun mineral.
Komplikasi lain yang dapat muncul akibat penyakit crohn adalah osteoporosis, anemia yang dapat menyebabkan penderita mudah lelah, gangguan fungsi hati, kanker kolon, megakolon toksik,  penyakit batu ginjal, atau arthritis.
     2.5 GAMBARAN KLINIS PENYAKIT CROHN
Gejala utama adalah diare, nyeri abdomen, dan penurunan berat badan. Sering pula didapatkan malaise, kehilangan nafsu makan, mual, muntah, dan mungkin terdapat demam subfebris. Terjadi mendadak, dapat menyerupai obstruksi dan apendisitis. Pada enteritis regional, awitan gejala biasanya tersembunyi, dengan nyeri abdomen menetap dan diare yang tidak hilang dengan defekasi. Diare terjadi pada 90% pasien. Jaringan parut dan pembentukan granuloma mempengaruhi kemampuan usus untuk mentranspor produk dari pencernaan usus atas melalui lumen terkontriksi, mengakibatkan nyeri abdomen berupa kram. Karena peristaltic usus dirangsang oleh makanan, nyeri kram terjadi setelah makan. Untuk menghindari nyeri kram ini, pasien cenderung untuk membatasi masukan makanan, mengurangi jumlah dan jenis makanan sehingga kebutuhan nutrisi normal tidak terpenuhi. Akibatnya adalah penurunan berat badan, malnutrisi, dan anemia sekunder. Selain itu, pembentukan ulkus di lapisan membrane usus dan ditempat terjadinya inflamasi, akan menghasilkan rabas pengiritasi konstan yang dialirkan ke kolon dari usus yang tipis, bengkak, yang menyebabkan diare kronis. Kekurangan nutrisi dapat terjadi akibat absorpsi terganggu. Akibatnya adalah individu menjadi kurus karena masukan makanan tidak adekuat dan cairan hilang secara terus menerus. Pada beberapa pasien, usus yang terinflamasi dapat mengalami perforasi dan membentuk abses anal dan intra-abdomen. Terjadi demam dan leukositosis. Abses, fistula, dan fisura umum terjadi.Perjalanan klinis dan gejala bervariasi. Pada beberapa pasien terjadi periode remisi dan eksaserbasi, sementara yang lain penyakitnya mengikuti beratnya penyebab. Gejala meluas keseluruh saluran gastrointestinal dan umumnya mencakup masalah sendi (arthritis), lesi kulit (eritema nodosum), gangguan okuler (konjungtivitis), dan ulkus oral.
     2.6 GAMBARAN LABORATORIUM PENYAKIT CROHN
1.      Pemeriksaan Radiologik
Foto polos abdomen mungkin menunjukkan:
Ø  Tanda obstruksi
Ø   Dilatasi toksik
Ø   Perforasi bebas dengan udara di bawah diafragma
Ø  Lengkung usus berpindah akibat massa inflamasi atau abses
2.      Pemeriksaan barium
Penggunaan bubur barium sinar X dan studi sinar X lain mungkin digunakan untuk memeriksa perubahan usus besar. Pemeriksaan barium bagian atas maupun bawah tidak boleh dilakukan bila terdapat obstruksi akut dilatasi toksis atau perforasi bebas.
3.      Skenning Radionuklir
Technetium diethyl-enetriamine penta-acetic acid dan leukosit autolog yang diberi label indium telah digunakan untuk menentukan daerah-daerah inflamasi aktif pada Penyakit Crohn. Manfaat utama dari “scan” semacam itu adalah untuk menentukan daerah-daerah aktifitas penyakit, termasuk abses, yang tidak dapat ditunjukkan dengan metode stándar.
4.      Ultrasonografi dan “computerized axial tomography”
Tomografi merupakan pemeriksaan yang bermanfaat pada kasus-kasus dimana dicurigai terdapat abses.
     2.7 PENATALAKSANAAN OBAT DAN GIZI/DIET PENYAKIT CROHN
Mengingat bahwa etiologi dan patogenesis penyakit crohn belum jelas, maka pengobatannya lebih ditekankan pada penghambatan kaskade proses inflamasi.
1.      Kortikosteroid
Sampai saat ini glukokortikoid merupakan obat pilihan untuk penyakit crohn (semua derajat). Pada umumnya pilihan jatuh pada prednison, metilprednisolon (keduanya bentuk oral) atau hidrokortison enema. Pada keadaan berat dapat diberikan secara parenteral. Dengan tujuan memperoleh konsentrasi steroid lokal di usus yang tinggi dengan efek sistemik (dan efek samping) yang rendah telah dicoba golongan glukokortikoid non sistemik untuk pengobatan penyakit crohn. Untuk penyakit crohn dipakai preparat oral lepas lambat. Termasuk golongan ini antara lain budesonid oral/enema. Dosis rata-rata yang banyak digunakan adalah setara prednison 40 – 50 mg per hari dan bila remisi telah tercapai dilakukan trappering dose dalam waktu 8 12 minggu.
Kortikosteroid (misalnya prednison) bisa menurunkan demam dan mengurangi diare, menyembuhkan sakit perut dan memperbaiki nafsu makan dan menimbulkan perasaan enak, tetapi penggunaan kortikosteroid jangka panjang memiliki efek samping yang serius, biasanya dosis tinggi dipakai untuk menyembuhkan peradangan berat dan gejalanya, kemudian dosisnya diturunkan dan obatnya dihentikan sesegera mungkin.
2.      Metronidazol
Pada penyakit crohn sering diberikan antibiotik berspektrum luas. Antibiotik metronidazol bisa membantu mengurangi gejala penyakit crohn, terutama jika mengenai usus besar atau menyebabkan terjadinya abses dan fistula sekitar anus.
3.      AsamAminosalisilat
Pemakaian aminosalisilat telah lama mapan pada pengobatan penyakit crohn. Preparat sulfasalozin (ikatan ozo dari sulfapiridin dan aminosalisilat) di dalam usus akan dipecah menjadi sulfapirin dan saminosalicyclin acid (5-ASA). Telah diketahui bahwa yang bekerja sebagai antiinflamasi pada penyakit crohn adalah 5-ASA.
4.      Imunosupresif
Bila dengan 5-ASA dan glukokortikoid gagal dicapai remisi, alternatif lain adalah penggunaan obat imunosupresif seperti 6 merkaptopurin (1,5 mg/kgBB/hari/oral), azotioprin, siklosporin dan metotreksat.
5.      Diet
Harus dilakukan Formula diet yang ketat, dimana masing-masing komponen gizinya diukur dengan tepat, bisa memperbaiki penyumbatan usus atau fistula, minimal untuk waktu yang singkat dan juga dapat membantu pertumbuhan anak-anak. Diet ini bisa dicoba sebelum pembedahan atau bersamaan dengan pembedahan. Untuk mencegah iritasi anus, diberikan multiselulosa atau preparat psilium yang akan melunakan tinja
6.      Terapi Bedah
Indikasi intervensi surgikal biasanya bila terjadi komplikasi atau terapi konservatif gagal. Bila usus tersumbat atau bila abses atau fistula tidak menyembuh, mungkin dibutuhkan pembedahan. Pembedahan untuk mengangkat bagian usus yang terkena dapat meringankan gejala namun tidak menyembuhkan penyakitnya. peradangan cenderung kambuh di daerah sambungan usus yang tertinggal. Pada hampir 50% kasus, diperlukan pembedahan kedua. Karena itu, pembedahan dilakukan bila timbul komplikasi atau terjadi kegagalan terapi dengan obat.
2.8 KAITAN PRILAKU DI LINGKUNGAN DENGAN GANGGUAN MASALAH PENYAKIT CROHN
Prilaku seperti merokok dapat berisiko 2-4 kali lebih tinggi mengalami penyakit Crohn. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Higuchi (seorang peneliti dari Children;s Hospital Boston dan Harvard Medical School) menemukan bahwa sekitar 144 orang dari 124.000 orang yang tak pernah merokok memiliki penyakit Crohn, sementara 117 orang dari 51.000 mantan perokok dan 75 orang dari 53.500 orang perokok memiliki penyakit Crohn dan penyakit auto imun.
Setelah mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti usia, berat badan, dan terapi hormon yang digunakan, Higuchi menemukan bahwa perokok memiliki kemungkinan 90 persen lebih besar terkena penyakit Crohn. Sementara wanita yang tak pernah merokok dan mantan perokok memiliki risiko sebesar 35 persen.
Semakin sering merokok, maka akan semakin tinggi pula risikonya. Misalnya, seorang wanita yang merokok satu pak setiap hari selama 10 - 25 tahun akan berisiko terkena penyakit Crohn 1,7 kali lebih besar. Sementara wanita yang merokok satu pak setiap hari selama 25 tahun ke atas memiliki risiko terkena penyakit Crohn 2,3 persen.
Menurut beberapa teori, sistem pertahanan dari usus akan lebih rendah karena merokok. Termasuk ini, juga mengurangi aliran darah ke usus. Merokok menyebabkan perubahan tertentu dalam sistem kekebalan tubuh yang pada akhirnya mengakibatkan peradangan yang akan bisa menyebabkan penyakit Crohn.
Selain merokok pengaruh yang utama adalah  faktor gen. Jika di dalam keluaraga ada yang terkena penyakit Crohn, sekitar 25 kali lebih beriko untuk juga memiliki penyakit Crohn daripada orang tanpa sanak saudara yang terkena.
      
2.9 INTERAKSI ZAT GIZI & OBAT YANG DIBERIKAN
Obat yang diberikan pada penderita Crohn, antara lain:
Ø  Opiat atau obat anti-motilitas mungkin menghilangkan gejala diare tetapi harus digunakan hanya sebagai tindakan sementara dan merupakan kontraindikasi bila terdapat dilatasi toksik
Ø  Kortikosteroid
Ø  Sulphalazine
Ø  Antibiotik; banyak antibiotik yang telah dicoba pada Penyakit Crohn  dengan bukti obyektif yang cukup untuk menunjang penggunaannya sebagai obat primer pada penyakit aktif bila tidak terapat komplikasi supuratif.
Ø  Metronidazole (20mg/kg) telah dilaporkan cukup bermanfaat pada penyakit peri-anal.
Ø  AsamAminosalisilat
Ø  obat imunosupresif seperti 6 merkaptopurin
Ø  5-ASA dan glukokortikoid
Ø  Untuk mencegah iritasi anus, diberikan multiselulosa atau preparat psilium yang akan melunakan tinja pada saat diet.
Adapun interaksi yang terjadi akibat pemberian obat tersebut, yakni:
Ø  Kortikosteroid
Kortikosteroid (misalnya prednison) bisa menurunkan demam dan mengurangi diare, menyembuhkan sakit perut dan memperbaiki nafsu makan dan menimbulkan perasaan enak, tetapi penggunaan kortikosteroid jangka panjang memiliki efek samping yang serius, biasanya dosis tinggi dipakai untuk menyembuhkan peradangan berat dan gejalanya, kemudian dosisnya diturunkan dan obatnya dihentikan sesegera mungkin.
Ø  Metronidazol
Menebabkan abses dan fisula pada anus.
Ø  Terapi Bedah
Peradangan cenderung kambuh di daerah sambungan usus yang tertinggal. Pada hampir 50% kasus, diperlukan pembedahan kedua.
Ø  6 merkaptopurin
Jenis obat ini menimbulkan depresi sumsum tulang yang tergantung pada dosis dan pemeriksaan hematologik perlu dilakukan.

Interaksi Obat dengan zat gizi
Obat untuk penyakit Crohn salah satunya adalah Kortikosteroid (misalnya prednison) yang bisa menurunkan demam dan mengurangi diare, menyembuhkan sakit perut dan memperbaiki nafsu makan dan menimbulkan perasaan enak tetapi obat ini akan mengurangi kemampuan tubuh untuk menyerap kalsium dan obat ini akan dapat meningkatkan jumlah kalsium yang dikeluarkan oleh tubuh. Oleh karena itu perlu untuk mengkonsumsi bahan makanan sumber kalsium yang tinggi serta diimbangi dengan vitamin D, karena vitamin D berfungsi membantu penyerapan kalsium di dalam tubuh.











BAB III
PENUTUP


3.1     KESIMPULAN
1.      Penyakit Crohn adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan peradangan pada bagian saluran pencernaan manapun dimulai dari mulut sampai dengan anus. Penyakit Crohn umumnya mengenai ileum, bagian bawah dari usus halus.
2.      Etiologi (penyebab ) penyakit crohn  tidak diketahui . Penelitian memusatkan perhatian pada tiga kemungkinan  penyebabnya, yaitu kelainan fungsi sistem pertahanan tubuh, infeksi, makanan.
3.      Komplikasi lain yang dapat muncul akibat penyakit crohn adalah osteoporosis, anemia yang dapat menyebabkan penderita mudah lelah, gangguan fungsi hati, Kanker kolon, megakolon toksik, penyakit batu ginjal, atau arthritis.
4.      Gejala utama adalah diare, nyeri abdomen, dan penurunan berat badan. Sering pula didapatkan malaise, kehilangan nafsu makan, mual, muntah, dan mungkin terdapat demam subfebris
5.      Gambaran Laboratorium untuk penyakit Crohn akan dilakukan pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan Radiologik, Pemeriksaan barium, Skenning Radionuklir,Ultrasonografi dan “computerized axial tomography”
6.      Penatalaksaan Penyakit Crohn bisa dilaksanakan dengan penggunaan obat, diet, terapi beda. Obat yang digunakan golongan Kortikosteroid, Metronidazol, Asam Aminosalisisat
7.      Prilaku seperti merokok dapat berisiko 2-4 kali lebih tinggi mengalami penyakit Crohn selain itu factor utama adalah factor gen. Jika di dalam keluaraga ada yang terkena penyakit Crohn, sekitar 25 kali lebih beriko untuk juga memiliki penyakit Crohn daripada orang tanpa sanak saudara yang terkena.
8.      Obat untuk penyakit Crohn salah satunya adalah Kortikosteroid. Obat ini akan mengurangi kemampuan tubuh untuk menyerap kalsium dan obat ini akan dapat meningkatkan jumlah kalsium yang dikeluarkan oleh tubuh. Oleh karena itu perlu untuk mengkonsumsi bahan makanan sumber kalsium yang tinggi serta diimbangi dengan vitamin D

3.2     SARAN
Semoga dalam pembuatan makalah ini kami sebagai penyusun makalah serta para pembaca lebih dapat memahami apa penyakit Crohn itu dan berbagai hal yang berkaitan dengan penyakit tersebut, seta dapat memberikan pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit ini dengan tepat. Pada akhirnya saran beserta kritik kami harapkan guna  penyempurnaan makalah selanjutnya, dan semoga makalah ini dapat bermanfaat.













DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Penyakit Crohn. Tersedia Online di : http://dwitenriramadhanti.blogspot.com/feeds/posts/default
Anonim.2013.Penyakit Crohn Pada Sistem Pencernaan. Tersedia online di :http://artikelkesehatanwanita.com/penyakit-crohn-pada-pencernaan.html
Nisa. 2011 .Penyakit Crohn. Tersedia online di : http://nisapurple.wordpress.com/2011/10/16/penyakit-crohn/
Sikka. 2012. Mekanisme, kerja dan efek Kortikosteroid. Tersedia online di : http://sikkahoder.blogspot.com/2012/07/kortikosteroid-mekanisme-kerjaefek.html#.UYEG7KxBCho
Sila, Kun.2012.Mantan Perokok Berisiko terkena Radang Usus. Tersedia online di :http://www.merdeka.com/sehat/mantan-perokok-berisiko-terkena-radang-usus.html










1 opmerking:

  1. The 22 Best Mobile Casinos & Apps in USA - Mapyro
    Find the 22 Best Mobile Casinos & Apps in USA 김천 출장마사지 for Free 수원 출장마사지 or Real Money in 2021. Get Bonus Codes & 용인 출장안마 Free Spins for 천안 출장샵 USA Casinos. 양산 출장샵

    AntwoordVee uit