BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Istilah
penyakit usus inflamasi (PUI) digunakan untuk menentukan dua gangguan
gastrointestinal inflamasi usus : enteritis regional (penyakit Crohn atau
kolitis garabulomatosus) dan kolitis ulseratif.
Insiden
penyakit usus inflamasi usus kronis di Amerika Serikat diperkirakan 4% dan 10%,
dengan 25.000 kasus baru terjadi setiap tahunnya. Penyakit ini tanpak lebih
sering pada orang kaukasia dan paling sering pada populasi yahudi. Riwayat
penyakit ini pada keluarga ditemukan pada 20% sampai 40% pasien.
Keyakinan
sekarang adalah eteritis regional dan kolitis ulseratif adalah kesatuan yang
terpisah dengan etiologi serupa. Keduanya dikarakteristikan dengan eksaserbasi
dan remisi. Kedua penyakit telah dihubungkan dengan abnormalitas kromosom
spesifik. Masing-masing penyakit dapat dicetuskan oleh agen lingkungan seperti
pestisida, aditif makanan, tembakau, dan radiasi. Pengaruh imunologi telah
ditemukan melalui penilitian yang menunjukan abnormalitas dalam imunitas
seluler dan humoral pada orang dengan gangguan ini. Antibodi limfositotoksik
telah ditemukan pada pasien dengan penyakit usus inflamasi, tetapi penelitian
lebih pasti perlu untuk menghubungkan faktor imunologis dan lingkungan
penelitian terbaru (Gitnick 1992) menunjukan mikrobakterium sebagai agens
penyebab untuk penyakit ini.
Faktor
psikologis juga telah diketahui. Banyak individu dengan kolitis ulseratif
ditemukan sebagai seseorang yang tergantung atau perfeksionis pasif dan cemas
pada ketenangan. Perilaku koping sering tidak tepat dan dapat mencakup menarik
diri, menyangkal dan respirasi. Beberapa orang mengalami penurunan tingkat
toleransi terhadap nyeri dan ketidaknyamanan yang dihubungkan dengan kram usus
dan diare. Beberapa praktisi menduga bahwa sifat dan kepribadian adalah
penyebab dari gejala penyakit, tetapi penelitian klinis lebih diperlukan untuk
menegakan hubungan sebab akibat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian
latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah gambaran
umum penyakit crohn ?
2.
Bagaimanakah
patogenesa, etiologi, akibat/dampak penyakit crohn ?
3.
Bagaimanakah gambaran
klinik dan pemeriksaan laboratorium penyakit crohn ?
4.
Bagaimanakah
penatalaksanaan obat & gizi/diet penyakit crohn ?
5.
Bagaimanakah kaitan
prilaku di lingkungan dengan gangguan masalah penyakit tsb ?
6.
Bagaimanakah interaksi
& obat yang diberikan ?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah yang dikemukakan diatas, maka tujuan dari pembuatan makalah ini
antara lain :
- Untuk mengetahui gambaran umum penyakit crohn
- Untuk mengetahui patogenesa, etiologi, akibat/dampak penyakit crohn
- Untuk mengetahui gambaran klinik & pemeriksaan laboratorium penyakit crohn
- Untuk mengetahui penatalaksanaan obat & gizi/diet penyakit crohn
- Untuk mengetahui kaitan prilaku di lingkungan dengan gangguan masalah penyakit tersebut
- Untuk mengetahui interaksi & obat yang diberikan.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun
manfat yang diperoleh dari penulisan makalah ini, antara lain :
1.
Bagi penulis dapat menambah wawasan dan pengetahuan terutama
terkait dengan gangguan saluran pencernaan (penyakit crohn)
2.
Bagi dosen dapat dijadikan sebagai salah satu syarat
pemenuhan nilai mahasiswa.
3.
Bagi masyarakat, dapat dijadikan pedoman untuk lebih mengetahui
gangguan saluran cerna terutama penyakit crohn.
BAB
II
PEMBAHASAN
“PENYAKIT
CROHN”
2.1 GAMBARAN UMUM PENYAKIT CROHN

Penyakit
Crohn adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan peradangan pada bagian
saluran pencernaan manapun dimulai dari mulut sampai dengan anus. Penyakit
Crohn umumnya mengenai ileum, bagian bawah dari usus halus. Kondisi ini terjadi
ketika sistem kekebalan tubuh bereaksi secara abnormal, menyerang bakteri,
makanan, dan zat-zat lain secara tidak tepat, yang menyebabkan akumulasi dari
sel darah putih pada lapisan usus. Hal ini mengakibatkan terjadinya peradangan
kronis, yang menyebabkan ulserasi dan cedera pada usus. Ada 5 tipe yang berbeda
dari penyakit Crohn, tergantung pada bagian saluran pencernaan yang terkena:
kolitis Crohn (granulomatosa), penyakit Crohn Gastroduodenal, Ileokolitis,
Ileitis dan Jejunoileitis, yang masing-masing memiliki gejala yang berbeda.
Ileokolitis merupakan tipe penyakit Crohn yang paling umum. Kolitis Crohn
(granulomatosa) mengenai kolon, Penyakit Crohn Gastroduodenal mengenai lambung
dan duodenum (bagian awal dari usus halus), ileitis mengenai ileum, ileokolitis
mengenai ileum dan kolon sedangkan jejunoileitis mengenai jejunum (bagian
terpanjang dari usus halus) yang terletak di antara duodenum dan ileum.
2.2 PATOGENESA PENYAKIT CROHN
Ileum terminal terserang sekitar 80% kasus enteritis regional. Pada
sekitar 35% kasus lesi terjadi pada kolon. Esofagus dan lambung lebih jarang
terserang. Dalam beberapa hal terjadi lesi “melompat” yaitu bagian usus yang
sakit dipisahkan oleh daerah-daerah usus normal sepanjang beberapa inci atau
kaki.
Lesi diduga berawal dari kelenjar limfa dekat usus halus yang akhirnya
menyumbat aliran saluran limfa. Selubung submukosa usus, jelas menebal akibat
hiperplasia jaringan limfoid dan limfedema. Dengan berlanjutnya proses
patogenik, segmen usus yang terserang menebal sedemikian rupa sehingga kaku seperti
selang kebun, lumen usus menyempit, sehingga hanya sedikit dilewati barium,
menimbulkan “string sign” yang terlihat pada radiogram. Seluruh dinding usus
terserang. Mukosa seringkali meradang dan bertukak disertai eksudat yang putih
abu-abu.
2.3 ETIOLOGI PENYAKIT CROHN
Etiologi
(penyebab ) penyakit crohn tidak
diketahui . Penelitian memusatkan perhatian pada tiga kemungkinan penyebabnya, yaitu :
1.
Kelainan fungsi sistem pertahanan
tubuh
2.
Infeksi
3.
Makanan
Walaupun
tidak ditemukan adanya autoantibodi, enteritis regional diduga merupakan reaksi
hipersensitivitas atau mungkin disebabkan oleh agen infektif yang belum
diketahui. Teori-teori ini dikemukakan karena adanya lesi-lesi granulomatosa
yang mirip dengan lesi-lesi yang dtemukan pada jamur dan tuberkulosis paru.
Terdapat beberapa persamaan yang menarik antara enteritis regional dan kolitis
ulseratif. Keduanya adalah penyakit radang, walaupun lesinya berbeda. Kedua
penyakit ini mempunyai manifestasi di luar saluran cerna yaitu uveitis,
artritis dan lesi-lesi kulit yang identik.
2.4 AKIBAT/DAMPAK PENYAKIT CROHN
Penyakit crohn yang menyerang sistem pencernaan dapat menyebabkan
berbagai komplikasi, salah satunya tentu gangguan pada usus atau sistem
pencernaan. Penyakit crohn dapat menyebabkan penebalan atau pembengkakan pada
dinding usus, dan hal ini dapat menyebabkan penyumbatan pada usus. Akhirnya
sistem pencernaan terganggu, usus tidak bisa menyerap nutrisi dari makanan,
seperti protein, vitamin, kalori, maupun mineral.
Komplikasi lain yang dapat muncul akibat penyakit crohn adalah
osteoporosis, anemia yang dapat menyebabkan penderita mudah lelah, gangguan
fungsi hati, kanker kolon,
megakolon toksik, penyakit batu ginjal, atau arthritis.
2.5 GAMBARAN KLINIS PENYAKIT CROHN
Gejala utama adalah diare, nyeri abdomen, dan
penurunan berat badan. Sering pula didapatkan malaise, kehilangan nafsu makan,
mual, muntah, dan mungkin terdapat demam subfebris. Terjadi mendadak, dapat menyerupai obstruksi dan apendisitis. Pada enteritis
regional, awitan gejala biasanya tersembunyi, dengan nyeri abdomen menetap dan
diare yang tidak hilang dengan defekasi. Diare terjadi pada 90% pasien.
Jaringan parut dan pembentukan granuloma mempengaruhi kemampuan usus untuk
mentranspor produk dari pencernaan usus atas melalui lumen terkontriksi,
mengakibatkan nyeri abdomen berupa kram. Karena peristaltic usus dirangsang
oleh makanan, nyeri kram terjadi setelah makan. Untuk menghindari nyeri kram
ini, pasien cenderung untuk membatasi masukan makanan, mengurangi jumlah dan
jenis makanan sehingga kebutuhan nutrisi normal tidak terpenuhi. Akibatnya
adalah penurunan berat badan, malnutrisi, dan anemia sekunder. Selain itu,
pembentukan ulkus di lapisan membrane usus dan ditempat terjadinya inflamasi,
akan menghasilkan rabas pengiritasi konstan yang dialirkan ke kolon dari usus
yang tipis, bengkak, yang menyebabkan diare kronis. Kekurangan nutrisi dapat
terjadi akibat absorpsi terganggu. Akibatnya adalah individu menjadi kurus
karena masukan makanan tidak adekuat dan cairan hilang secara terus menerus.
Pada beberapa pasien, usus yang terinflamasi dapat mengalami perforasi dan
membentuk abses anal dan intra-abdomen. Terjadi demam dan leukositosis. Abses,
fistula, dan fisura umum terjadi.Perjalanan klinis dan gejala bervariasi. Pada
beberapa pasien terjadi periode remisi dan eksaserbasi, sementara yang lain
penyakitnya mengikuti beratnya penyebab. Gejala meluas keseluruh saluran
gastrointestinal dan umumnya mencakup masalah sendi (arthritis), lesi kulit (eritema
nodosum), gangguan okuler (konjungtivitis), dan ulkus oral.
2.6 GAMBARAN LABORATORIUM PENYAKIT CROHN
1. Pemeriksaan Radiologik
Foto polos abdomen mungkin
menunjukkan:
Ø Tanda obstruksi
Ø Dilatasi toksik
Ø Perforasi bebas dengan udara di
bawah diafragma
Ø Lengkung usus berpindah akibat massa inflamasi atau abses
2. Pemeriksaan barium
Penggunaan bubur barium sinar X dan studi sinar X lain mungkin
digunakan untuk memeriksa perubahan usus besar. Pemeriksaan barium bagian atas
maupun bawah tidak boleh dilakukan bila terdapat obstruksi akut dilatasi toksis
atau perforasi bebas.
3. Skenning Radionuklir
Technetium diethyl-enetriamine penta-acetic acid dan leukosit autolog
yang diberi label indium telah digunakan untuk menentukan daerah-daerah
inflamasi aktif pada Penyakit Crohn. Manfaat utama dari “scan” semacam itu
adalah untuk menentukan daerah-daerah aktifitas penyakit, termasuk abses, yang
tidak dapat ditunjukkan dengan metode stándar.
4.
Ultrasonografi dan “computerized axial tomography”
Tomografi merupakan pemeriksaan yang bermanfaat pada kasus-kasus dimana
dicurigai terdapat abses.
2.7 PENATALAKSANAAN OBAT DAN GIZI/DIET
PENYAKIT CROHN
Mengingat
bahwa etiologi dan patogenesis penyakit crohn belum jelas, maka pengobatannya lebih
ditekankan pada penghambatan kaskade proses inflamasi.
1. Kortikosteroid
Sampai
saat ini glukokortikoid merupakan obat pilihan untuk penyakit crohn (semua
derajat). Pada umumnya pilihan jatuh pada prednison, metilprednisolon (keduanya
bentuk oral) atau hidrokortison enema. Pada keadaan berat dapat diberikan
secara parenteral. Dengan tujuan memperoleh konsentrasi steroid lokal di usus
yang tinggi dengan efek sistemik (dan efek samping) yang rendah telah dicoba
golongan glukokortikoid non sistemik untuk pengobatan penyakit crohn. Untuk
penyakit crohn dipakai preparat oral lepas lambat. Termasuk golongan ini antara
lain budesonid oral/enema. Dosis rata-rata yang banyak digunakan adalah setara
prednison 40 – 50 mg per hari dan bila remisi telah tercapai dilakukan
trappering dose dalam waktu 8 12 minggu.
Kortikosteroid
(misalnya prednison) bisa menurunkan demam dan mengurangi diare, menyembuhkan
sakit perut dan memperbaiki nafsu makan dan menimbulkan perasaan enak, tetapi
penggunaan kortikosteroid jangka panjang memiliki efek samping yang serius,
biasanya dosis tinggi dipakai untuk menyembuhkan peradangan berat dan
gejalanya, kemudian dosisnya diturunkan dan obatnya dihentikan sesegera
mungkin.
2. Metronidazol
Pada
penyakit crohn sering diberikan antibiotik berspektrum luas. Antibiotik
metronidazol bisa membantu mengurangi gejala penyakit crohn, terutama jika
mengenai usus besar atau menyebabkan terjadinya abses dan fistula sekitar anus.
3. AsamAminosalisilat
Pemakaian
aminosalisilat telah lama mapan pada pengobatan penyakit crohn. Preparat
sulfasalozin (ikatan ozo dari sulfapiridin dan aminosalisilat) di dalam usus
akan dipecah menjadi sulfapirin dan saminosalicyclin acid (5-ASA). Telah
diketahui bahwa yang bekerja sebagai antiinflamasi pada penyakit crohn adalah
5-ASA.
4. Imunosupresif
Bila
dengan 5-ASA dan glukokortikoid gagal dicapai remisi, alternatif lain adalah
penggunaan obat imunosupresif seperti 6 merkaptopurin (1,5 mg/kgBB/hari/oral),
azotioprin, siklosporin dan metotreksat.
5. Diet
Harus
dilakukan Formula diet yang ketat, dimana masing-masing komponen gizinya diukur
dengan tepat, bisa memperbaiki penyumbatan usus atau fistula, minimal untuk
waktu yang singkat dan juga dapat membantu pertumbuhan anak-anak. Diet ini bisa
dicoba sebelum pembedahan atau bersamaan dengan pembedahan. Untuk mencegah
iritasi anus, diberikan multiselulosa atau preparat psilium yang akan melunakan
tinja
6. Terapi Bedah
Indikasi
intervensi surgikal biasanya bila terjadi komplikasi atau terapi konservatif
gagal. Bila usus tersumbat atau bila abses atau fistula tidak menyembuh,
mungkin dibutuhkan pembedahan. Pembedahan untuk mengangkat bagian usus yang
terkena dapat meringankan gejala namun tidak menyembuhkan penyakitnya.
peradangan cenderung kambuh di daerah sambungan usus yang tertinggal. Pada
hampir 50% kasus, diperlukan pembedahan kedua. Karena itu, pembedahan dilakukan
bila timbul komplikasi atau terjadi kegagalan terapi dengan obat.
2.8
KAITAN PRILAKU DI LINGKUNGAN DENGAN GANGGUAN MASALAH PENYAKIT CROHN
Prilaku seperti
merokok dapat berisiko 2-4 kali lebih tinggi mengalami penyakit Crohn. Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Higuchi (seorang peneliti dari Children;s Hospital Boston
dan Harvard Medical School) menemukan bahwa sekitar 144 orang dari 124.000 orang yang tak pernah
merokok memiliki penyakit Crohn, sementara 117 orang dari 51.000 mantan perokok
dan 75 orang dari 53.500 orang perokok memiliki penyakit Crohn dan penyakit
auto imun.
Setelah
mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti usia, berat badan, dan terapi
hormon yang digunakan, Higuchi menemukan bahwa perokok memiliki kemungkinan 90
persen lebih besar terkena penyakit Crohn. Sementara wanita yang tak pernah
merokok dan mantan perokok memiliki risiko sebesar 35 persen.
Semakin
sering merokok, maka akan semakin tinggi pula risikonya. Misalnya, seorang
wanita yang merokok satu pak setiap hari selama 10 - 25 tahun akan berisiko
terkena penyakit Crohn 1,7 kali lebih besar. Sementara wanita yang merokok satu
pak setiap hari selama 25 tahun ke atas memiliki risiko terkena penyakit Crohn
2,3 persen.
Menurut beberapa teori, sistem pertahanan dari
usus akan lebih rendah karena merokok. Termasuk ini, juga mengurangi aliran
darah ke usus. Merokok menyebabkan perubahan tertentu dalam sistem kekebalan
tubuh yang pada akhirnya mengakibatkan peradangan yang akan bisa menyebabkan
penyakit Crohn.
Selain merokok pengaruh yang
utama adalah faktor gen. Jika di dalam
keluaraga ada yang terkena penyakit Crohn, sekitar 25 kali lebih beriko untuk
juga memiliki penyakit Crohn daripada orang tanpa sanak saudara yang terkena.
2.9
INTERAKSI ZAT GIZI &
OBAT YANG DIBERIKAN
Obat
yang diberikan pada penderita Crohn, antara lain:
Ø
Opiat atau obat
anti-motilitas mungkin menghilangkan gejala diare tetapi harus digunakan hanya
sebagai tindakan sementara dan merupakan kontraindikasi bila terdapat dilatasi
toksik
Ø
Kortikosteroid
Ø
Sulphalazine
Ø
Antibiotik; banyak
antibiotik yang telah dicoba pada Penyakit Crohn dengan bukti obyektif
yang cukup untuk menunjang penggunaannya sebagai obat primer pada penyakit
aktif bila tidak terapat komplikasi supuratif.
Ø
Metronidazole (20mg/kg)
telah dilaporkan cukup bermanfaat pada penyakit peri-anal.
Ø AsamAminosalisilat
Ø
obat imunosupresif
seperti 6 merkaptopurin
Ø
5-ASA dan
glukokortikoid
Ø
Untuk mencegah iritasi
anus, diberikan multiselulosa atau preparat psilium yang akan melunakan tinja
pada saat diet.
Adapun
interaksi yang terjadi akibat pemberian obat tersebut, yakni:
Ø
Kortikosteroid
Kortikosteroid
(misalnya prednison) bisa menurunkan demam dan mengurangi diare, menyembuhkan
sakit perut dan memperbaiki nafsu makan dan menimbulkan perasaan enak, tetapi
penggunaan kortikosteroid jangka panjang memiliki efek samping yang serius,
biasanya dosis tinggi dipakai untuk menyembuhkan peradangan berat dan
gejalanya, kemudian dosisnya diturunkan dan obatnya dihentikan sesegera
mungkin.
Ø Metronidazol
Menebabkan abses dan fisula pada anus.
Ø
Terapi Bedah
Peradangan
cenderung kambuh di daerah sambungan usus yang tertinggal. Pada hampir 50%
kasus, diperlukan pembedahan kedua.
Ø 6 merkaptopurin
Jenis
obat ini menimbulkan depresi sumsum tulang yang tergantung pada dosis dan
pemeriksaan hematologik perlu dilakukan.
Interaksi
Obat dengan zat gizi
Obat untuk penyakit Crohn
salah satunya adalah Kortikosteroid (misalnya prednison) yang bisa menurunkan demam
dan mengurangi diare, menyembuhkan sakit perut dan memperbaiki nafsu makan dan
menimbulkan perasaan enak tetapi obat ini
akan mengurangi kemampuan tubuh untuk menyerap kalsium dan obat ini akan dapat
meningkatkan jumlah kalsium yang dikeluarkan oleh tubuh. Oleh karena itu perlu
untuk mengkonsumsi bahan makanan sumber kalsium yang tinggi serta diimbangi
dengan vitamin D, karena vitamin D berfungsi membantu penyerapan kalsium di
dalam tubuh.
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
1.
Penyakit Crohn adalah
penyakit autoimun yang ditandai dengan peradangan pada bagian saluran
pencernaan manapun dimulai dari mulut sampai dengan anus. Penyakit Crohn
umumnya mengenai ileum, bagian bawah dari usus halus.
2. Etiologi (penyebab ) penyakit crohn tidak diketahui . Penelitian memusatkan
perhatian pada tiga kemungkinan
penyebabnya, yaitu kelainan
fungsi sistem pertahanan tubuh, infeksi, makanan.
3. Komplikasi
lain yang dapat muncul akibat penyakit crohn adalah osteoporosis, anemia yang
dapat menyebabkan penderita mudah lelah, gangguan fungsi hati, Kanker kolon, megakolon toksik,
penyakit batu ginjal, atau arthritis.
4. Gejala utama adalah diare, nyeri abdomen, dan
penurunan berat badan. Sering pula didapatkan malaise, kehilangan nafsu makan,
mual, muntah, dan mungkin terdapat demam subfebris
5. Gambaran Laboratorium untuk
penyakit Crohn akan dilakukan pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan Radiologik, Pemeriksaan barium, Skenning Radionuklir,Ultrasonografi dan
“computerized axial tomography”
6. Penatalaksaan Penyakit Crohn
bisa dilaksanakan dengan penggunaan obat, diet, terapi beda. Obat yang
digunakan golongan Kortikosteroid, Metronidazol, Asam Aminosalisisat
7. Prilaku seperti merokok
dapat berisiko 2-4 kali lebih tinggi mengalami penyakit Crohn selain itu factor
utama adalah factor gen. Jika di dalam keluaraga ada yang terkena penyakit
Crohn, sekitar 25 kali lebih beriko untuk juga memiliki penyakit Crohn daripada
orang tanpa sanak saudara yang terkena.
8.
Obat untuk
penyakit Crohn salah satunya adalah Kortikosteroid. Obat ini akan mengurangi kemampuan tubuh untuk
menyerap kalsium dan obat ini akan dapat meningkatkan jumlah kalsium yang
dikeluarkan oleh tubuh. Oleh karena itu perlu untuk mengkonsumsi bahan makanan
sumber kalsium yang tinggi serta diimbangi dengan vitamin D
3.2
SARAN
Semoga
dalam pembuatan makalah ini kami sebagai penyusun makalah serta para pembaca
lebih dapat memahami apa penyakit Crohn itu dan berbagai hal yang berkaitan
dengan penyakit tersebut, seta dapat memberikan pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit ini
dengan tepat. Pada akhirnya saran beserta kritik kami harapkan guna penyempurnaan makalah selanjutnya, dan semoga
makalah ini dapat bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Penyakit
Crohn. Tersedia Online di : http://dwitenriramadhanti.blogspot.com/feeds/posts/default
Anonim.2012.
Penyakit Crohn.Tersedia online di : http://www.persify.com/id/perspectives/medical-conditions-diseases/penyakit-crohn-_-9510001031154
Anonim.2013.Penyakit Crohn Pada
Sistem Pencernaan. Tersedia online di :http://artikelkesehatanwanita.com/penyakit-crohn-pada-pencernaan.html
Anonim. 2013 . Penyakit
Crohn. Tersedia online di :http://sweetspearls.com/obatherbal/2013/04/13/laminine-penyembuhan-penyakit-crohn-enteritis-regionalis-ileitis-granulomatosa-ileokolitis/
Nisa. 2011 .Penyakit
Crohn. Tersedia online di : http://nisapurple.wordpress.com/2011/10/16/penyakit-crohn/
Sikka. 2012. Mekanisme, kerja dan
efek Kortikosteroid. Tersedia online di : http://sikkahoder.blogspot.com/2012/07/kortikosteroid-mekanisme-kerjaefek.html#.UYEG7KxBCho
Sila, Kun.2012.Mantan Perokok
Berisiko terkena Radang Usus. Tersedia online di :http://www.merdeka.com/sehat/mantan-perokok-berisiko-terkena-radang-usus.html
The 22 Best Mobile Casinos & Apps in USA - Mapyro
AntwoordVee uitFind the 22 Best Mobile Casinos & Apps in USA 김천 출장마사지 for Free 수원 출장마사지 or Real Money in 2021. Get Bonus Codes & 용인 출장안마 Free Spins for 천안 출장샵 USA Casinos. 양산 출장샵